Senin, 28 November 2011

Kicau Larry Bird, si Burung Biru





Twitter hari ini menjadi satu buah media paling efektif untuk berkomunikatif, dalam konteksnya sebagai blog, bukan sebagai device/ handset.

Menarik melihat fakta-fakta bahwa Indonesia merupakan pengguna Twitter No. 3 terbesar di dunia setelah Amerika Serikat dan Brazil, dengan prosentase penggunanya sebanyak 12,13%. Sejauh ini, sebanyak 229 negara sudah menggunakan twitter. Media penyampaian yang paling efektif terutama untuk membentuk brand personal dan memasarkan bisnis.

Perhari, jumlah twit pengguna akun twitter di Indonesia mencapai 1,29 juta twitt dari penggunanya sebanyak 47 juta pengguna twitter di Indonesia. Uniknya, Indonesia seringkali mendominasi penggunaan twitt dengan seringnya Indonesia masuk dalam Trending topics.

Kekuatan sebuah social-media ini mampu meluluh lantakkan bahkan satu buah rezim penguasa, disaat penggunaan alat komunikasi tidak dapat digunakan. Contohnya seperti yang tahun lalu terjadi di Mesir. Dengan daya terobos dan cuma-cuma serta tepat sasaran ini, eksistensi microblogging akan semakin kuat.

Rasa-rasanya dunia pendidikan perlu untuk memberikan kurikulum mengenai microblogging yang mungkin dapat diberikan sebagai mata pelajaran tidak wajib akan tetapi diberikan sebagai upaya untuk menggalang solidaritas komunitas. Hal ini dimungkinkan, karena hal apapun sangat mungkin dibahas, didiskusikan dalam twitter. Tidak jarang dalam bentuk "kuliah" atau lazim disebut kultwit. Jumlah ruang fisik spasial kota yang semakin sedikit dan terbatas hanya pada mall dan sarana olahraga, memungkinkan interaksi sosial terjadi tanpa harus selalu terjadi interaksi secara fisik.

Pada tahapan pemberdayaan masyarakat terutama dalam konteks pemberdayaan UKM, media twitter layak dan patut digunakan karena dapat menekan modal, tetapi menghantarkan informasi secara efektif. Pembina/ stakeholders hanya perlu memberi pelatihan kepada khalayak cara memasarkan dan membangun brand pribadi/ usaha melalui twitter. Kedepan, media twitter dapat digunakan sebagai sebuah identitas pelengkap CV, lebih tinggi lagi, company profile.

Kelola Resikomu





Hedging. Nama yang sudah cukup familiar dalam dunia investasi forex dan saham utamanya. Artinya adalah lindung nilai, dalam artian melindungi nilai investasi yang sudah kita tanamkan dengan harga yang disesuaikan. Hedging ini, yang pada jaman saya kemarin, cukup bisa dijadikan barang jualan instrumen investasi.

Seperti sudah kita ketahui - ataupun mungkin belum, yasudah, saya saja yang memberitahu-, perekonomian di zona Eropa saat ini memasuki fase keterpurukan kloter kedua. Kloter pertamanya beberapa bulan kemarin, dimulai dari Yunani. Efek kartu domino nya mulai menjalar. Beberapa negara Eropa sekarang terkena imbasnya. Bukan tidak mungkin menghajar belahan dunia lain. Menghajar Indonesia. Tergantung dari tingkat ekspor kita kesana sebenarnya. Dilihat dari data Ekspor Indonesia versi BPS, dari Agustus ke September, telah mengalami penurunan. Baik migas dan non migas.

Memang kita ekspor apa sajakah kesana ya?

Banyak. Berdasarkan golongan barangnya, beberapa diantaranya adalah bahan bakar mineral, lemak dan minyak nabati/ hewani, karet, bijih, kerak dan abu logam, peralatan elektronik dan lainnya. Semua bisa dilihat disini.

Jadi rasanya, seperti berada di pinggir pantai, melihat sebuah ombak besar bergulungan berkejaran yang siap menghempaskan kita, dan siapa saja yang menghadang lajunya. Lucunya, ombak ini bukannya hal yang tidak bisa dikendalikan, tapi merupakan buah karya manusia juga.


Dalam tulisannya di kolom Majalah Fortune Indonesia, Kepala Analis Bursa Efek Indonesia, Poltak Hotradero menyatakan, dalam situasi jual panik (panic-selling) seperti ini, diperlukan ketenangan dan pemahaman yang mendalam bahwa: ada hal yang lebih esensial lagi dibalik pergerakan dan volatilitas angka-angka tersebut. Yakni adalah fundamental. Kinerja perusahaan yang biasanya jarang diperhatikan karena kita sibuk mempertahankan, menjaga uang yang sudah ditanamkan.

Kita lupa yang esensialnya.

Sama halnya dengan yang terngiang di pikiran saya. Mengenai penurunan Indeks Pembangunan Manusia di Indonesia yang mengalami penurunan posisi IPM dari 108 di 2010 menjadi 124 di tahun 2011.

Sementara itu jor-joran perencanaan, penggunaan, pengawasan, penggelontoran ratusan trilyun APBN untuk membangun infrastruktur sebagai salah satu upaya mutlak menggerakkan perekonomian - yang merupakan salah satu faktor penentu IPM - juga tetap dilakukan di tengah gejolak dan mosi optimisme dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemangku kepentingan negeri ini.


Apa iya harus seperti itu? Apa iya lindung nilai (hedge) IPM terlalu sulit untuk kita lakukan karena intervensi politis yang terlalu besar, sementara Bank Sentral di Eropa mengemukakan bahwa kebijakan politislah yang bisa mengeluarkan mereka dari situasi krisis ekonomi Zona Eropa saat ini?

Siapa yang salah? Siapa yang harus bertanggung jawab?

Ah ya tidak baik saling menyalahkan. Bukan salah siapa-siapa. Bukan salah siapa-siapa juga kok jika akhirnya Google dan RIM, batal membuka kantornya di Indonesia. RIM, penyedia handset Blackberry itu malah membuka kantor di Malaysia, yang jelas-jelas pengguna handsetnya hanya sepersepuluh dari pengguna smartphone negeri ini.

Bukan salah siapa-siapa yah, pemerintah hanya mau memastikan konsumen menerima yang terbaik, dengan cara membuat regulasi-regulasi yang menguntungkan konsumen. Itu hanyalah resiko pekerjaan. Resiko keputusan untuk menjawab entitas dan kebutuhan yang majemuk. Rasanya sudah waktunya kita berbenah diri lebih baik lagi demi kepentingan 200 juta jiwa lebih penduduk negeri ini. Sudah waktunya kita belajar mengelola resiko dengan lugas dan tegas.