Selain teguh menerapkan nilai-nilai perusahaan, kemampuannya menghasilkan pemimpin-pemimpin usaha yang andal juga menjadi salah satu kunci sukses Astra selama ini.
Pada 20 Februari 1957, William Soeryadjaya dan adiknya, Tjia Kian Tie, mendirikan sebuah perusahaan yang merupakan cikal bakal Astra International. Awalnya perusahaan itu hanya bergerak di bidang perdagangan hasil bumi dan barang-barang lainnya, seperti bahan makanan kaleng, bahan bangunan, dan peralatan kantor.
Seiring berjalannya waktu, perusahaan yang bermarkas di Sunter ini kemudian mengembangkan usahanya di bidang otomotif, perkebunan, dan alat berat. Kemudian, pada 1980, perusahaan ini resmi tercatat di Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) dan statusnya menjadi perusahaan terbuka. Kini, di bawah kepemimpinan Michael Darmawan Ruslim, Astra telah memiliki sekitar 121 anak usaha yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia.
Berbagai penghargaan pernah diterima Astra. Kinerja perusahaan pun selalu gemilang. “Apa pun yang kami lakukan, harus excellent. Semuanya berasal dari Catur Dharma,” kata Michael Darmawan Ruslim, presiden direktur PT Astra International Tbk., beberapa waktu lalu. Catur Dharma merupakan nilai-nilai yang dipegang Astra secara terus-menerus, yang menjadi spirit dalam mengembangkan diri dan memberi nilai tambah kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholder). Nilai-nilai itu adalah: bermanfaat bagi bangsa dan negara, pelayanan yang terbaik bagi pelanggan, saling menghargai dan membina kerja sama, serta berusaha mencapai yang terbaik.
Tidak sekadar penerapan nilai, ketersediaan sumber daya manusia yang andal juga menjadi salah satu kunci sukses yang dimiliki Astra. Lewat program talent management, Astra sejak awal telah mengidentifikasi, mengelola, dan mengembangkan para talent organisasi yang dipersiapkan untuk menjadi kader-kader pemimpin organisasi masa depan. Maka, tidak mengherankan jika Astra pernah berhasil mencetak pemimpin-pemimpin yang unggul dalam menjalankan Astra, seperti T.P. Rachmat, Rini Soewandi, Subagio Wirjoatmodjo, Budi Setiadharma, Muhamad Tohir, Palgunadi T. Setyawan, dan Michael D. Ruslim.
Akan tetapi, pada kuartal I-2009 PT Astra International Tbk. mencatat penurunan laba bersih sebesar 17% menjadi Rp1,875 triliun dari Rp2,249 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Agaknya performa Astra juga terpengaruh oleh krisis ekonomi global. Menanggapi krisis keuangan global yang terjadi sejak tahun lalu, Michael menyikapinya dengan bijak. Ia yakin, strategi yang telah dibangun jauh sebelum krisis terjadi bisa membawa Astra keluar dari krisis. “Di sisi internal, harus ada komunikasi antara satu bagian dan bagian lain dan kreatif mencari solusi. Saya tidak bisa memotong strategi yang telah dirumuskan sebelumnya. Namun, saya yakin perusahaan mampu melewati krisis ini dengan baik,” ujar Michael, optimistis.
Sumber : www.wartaekonomi.co.id/index.php
Tidak ada komentar:
Posting Komentar