Sabtu, 09 Januari 2010

Bersyukur, Merasa Cukupkah?

Manusia mempunyai kodrat dan kewajiban untuk berterimakasih. Berterimakasih dan bersyukur. Dua hal yang selalu saja didengungkan oleh orang-orang yang bijak dan memahami. Berterimaksih mudah diucapkan dan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Hanya yang sekedar ucap, tak sedikit pula yang menunjukkan dengan perbuatan. Tapi lebih banyak yang melakukan dengan mengucap syukur.

"Alhamdulillah.." demikian yang sering orang -khususnya pemeluk Islam- yang sering dengungkan. Tetapi seringkali, rasa syukur ini dapat menjadi sebuah pisau bermata dua. Seringkali justru mematikan dan menurunkan. Bersyukur seringkali disalah artikan dengan merasa cukup. Bersyukur -dalam pengertian yang lebih spesifik- seringkali dijadikan "dasar" untuk kemudian tidak melakukan apa-apa lagi. Karena cukup demikian adanya. Mengejar apa yang menjadi cita-cita itu berarti mengejar apa yang lebih dari sekedar cukup. Dan bagi banyak pihak, hal tersebut tidak baik. Bahkan menjurus dosa, karena perilaku tersebut dianggap sebagai ketidakpuasan.

Rekan-rekan blogger sekalian, browser, surfer. Tanpa saya berusaha untuk menjadi agamis dan mengkotak-kotakkan komunitas berdasarkan kepercayaan yang kita anut, mari kita semua mencoba untuk melihat sebuah cara pandang yang lain. Cara pandang yang menurut saya tidak salah -dan nyatanya- memang hal ini yang harus dilakukan.

Manusia adalah makhluk Tuhan yang terbaik, karena dibekali dengan otak, kemampuan untuk berpikir. Dilain pihak, manusia juga memiliki apa yang disebut sebagai insting. Dua hal ini yang wajib untuk dimiliki dan ditajamkan, untuk siapa saja insan yang ingin berhasil. Apa-apa yang dimiliki manusia, sama dengan pisau.

Pada hakikatnya pisau dapat digunakan untuk hal-hal yang baik, juga dapat digunakan untuk hal-hal yang tidak baik, melanggar hukum dan norma. Pisau yang berkualitas adalah pisau yang sering digunakan dan sering diasah. Penggunaan yang intens, menguatkan pisau, jikalau kita tak lupa untuk mengasahnya. Jangan lupa untuk menggunakannya di area yang benar. Apa-apa yang diberikan olehNya adalah untuk dimanfaatkan oleh manusia, di jalanNya tentunya. Dalam cara pandang saya pribadi, - dan saya yakin Andapun demikian - berhentinya keinginan untuk belajar, artinya berhentinya kita untuk mengoptimalkan hal-hal dalam diri kita yang telah dianugerahkanNya. Intensitas belajar menentukan kualitas pertumbuhan.

Dengan kata lain, saat kita memutuskan untuk berhenti mengejar apa yang baik bagi diri kita dan orang lain, artinya kita berhenti mengoptimalkan anugerahNya. Menyia-nyiakan "hadiah"Nya. Membuat kualitas dalam diri kita sebagai makhlukNya yang sempurna, menjadi percuma.

Bersyukur artinya mengucapkan rasa terimakasih dan disaat bersamaan terus mengejar dan mengoptimalkan diri dan kemampuan kita diatas orang lain. Jangan lupa untuk terus berjalan sesuai dengan jalanNya. Bersyukur artinya TIDAK memutuskan untuk merasa cukup, justru menyadari bahwa apa yang kita dapat merupakan "bekal" untuk mengejar tujuan kita berikutnya.

Semoga apa yang saya sharingkan dapat bermanfaat. Selamat malam teman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar